Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Remix Cash

Meneladani Semangat Nasionalisme dari Sejarah Mohammad Hatta

Alangkah bangganya Indonesia memiliki seorang tokoh dan bapak proklamator seperti Mohammad Hatta yang mengabdikan dirinya untuk meraih kemerdekaan dan memperoleh persamaan hak di mata bangsa-bangsa di dunia. Semenjak remaja, Mohammad Hatta telah aktif berkecimpung dalam organisasi kepemudaan dan juga seorang aktivis yang cukup berani dan lugas. Bagaimanakah kisah keteladanan dan semangat nasionalisme yang selalu beliau junjung tinggi? Berikut ini kisahnya
Mohammad Hatta


Biografi Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir pada 12 agustus 1902 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Nama aslinya adalah Mohammad Athar. Ayahnya bernama Mohammad Djamil, seorang keturunan ulama di Batuhampar, sedangkan ibunya bernama Siti Saleha. Mohammad Athar merupakan anak kedua dari pasangan ini. Ia memiliki seorang saudara tertua bernama Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Saat Mohammad Athar berusia 7 bulan, ayahnya meninggal dunia. Ibunya menikah lagi dengan seorang pedagang dari Palembang yang bernama Agus Haji Ning.

Mohammad Hatta menikah dengan seorang wanita yang bernama Rahmi Rachim Hatta pada tahun 1945. Dari perkawinan ini mereka dikaruniai tiga orang anak yaitu Farida Hatta, Gemala Rabi`ah Hatta dan Halida Nuriah Hatta.

Riwayat Pendidikan

Sejak kecil, Mohammad Hatta telah dibekali dengan pengajaran agama yang mendalam. Kakeknya merupakan salah satu ulama terkenal yang mendirikan Surau Batuhampar. Selain belajar ilmu agama dari kakeknya, beliau juga belajar dari Mohammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad dan ulama besar lainnya. Kecintaan pada ilmu agama adalah salah satu yang membangkitkan rasa cinta dan nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.

Berasal dari keluarga ulama dan pedagang, Mohammad Hatta hidup berkecukupan. Beliau bahkan mampu untuk bersekolah hingga tingkat yang lebih tinggi. Mohammad Hatta bersekolah di Sekolah Rakyat bersama Kakaknya, Rafiah. Kemudian pindah ke ELS (Europeesche Lagere School) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) sampai tahun 1917. Di masa remajanya, Mohammad Hatta telah berkecimpung mengikuti organisasi kepemudaan yang pada saat itu mulai menjamur. Beliau menjadi bendahara di perkumpulan pemuda Jong Sumatranen Bond. Disini, Mohammad Hatta remaja belajar mengenai pentingnya pengelolaan keuangan dalam sebuah organisasi, memupuk rasa tanggung jawab dan disiplin dalam dirinya dan berkembang bersama rekan seperjuangannya.

Perjalanan Politik di Eropa

Pada tahun 1921, beliau bersekolah di Handels Hogeschool yang saat ini dikenal sebagai Erasmus Rotter. Sekolah ini menjadi tonggak pertamanya memulai pergerakan politik. Mohammad Hatta bergabung dengan sebuah organisasi sosial yang bernama Indischee Vereeniging yang kemudian berubah menjadi organisasi politik karena pengaruh tokoh Tiga Serangkai yaitu Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo. Pada tahun 1922, organisasi ini berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) karena tidak bersedia bekerja sama dengan Belanda.

Pada tahun 1923, Mohammad Hatta juga menjabat sebagai bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang kemudian berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta berperan penting dalam kelancaran penerbitan majalah Indonesia Merdeka agar para pengikutnya bisa memiliki visi dan misi yang sama. Beliau sempat vakum atau non-aktif dari PI karena sedang menempuh pendidikan hukum negara dan hukum administratif. Pemilihan jurusan yang terbilang baru dibuka ini dikarenakan minatnya yang besar terhadap pergerakan politik.

Kiprahnya di dalam organisasi PI semakin gencar dan aktif. Oleh karena itu, Mohammad Hatta terpilih menjadi Ketua PI periode tahun 1926 selama dua periode berturut-turut sampai tahun 1930. Dalam kepemimpinan Mohammad Hatta, Perhimpunan Indonesia menjadi organisasi yang besar dan meluas. Organisasi ini bahkan mampu mempengaruhi politik yang ada di Indonesia. Hingga akhirnya PI diakui oleh PPPI (Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) sebagai garda depan pergerakan nasional yang berada di Eropa.

Perhimpunan Indonesia selalu hadir dalam setiap kongres internasional yang diadakan di Eropa dan Hatta selalu menjadi orang yang mewakili organisasi. Keaktifan Mohammad Hatta dalam memasuki setiap kongres adalah salah satu upayanya untuk memperkenalkan nama Indonesia di mata dunia. Dan hal ini dapat diwujudkannya dalam Kongres Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Bierville Prancis pada tahun 1926. Melalui kongres-kongres yang dihadirinya inilah Mohammad Hatta bisa berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan dunia seperti pemimpin pergerakan buruh G. Ledebour, Jawaharlal Nehru dari India dan Senghor dari Afrika.

Pada tahun 1926, Semaun dari PKI mendatangi Hatta untuk menawarkan PI menjadi bagian pergerakan nasional. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi pemerintahan Belanda untuk menangkap Hatta. Pada saat itu di tanah air sedang terjadi pemberontakan oleh PKI pada tahun 1926-1927. Hal ini berimbas pada penangkapan Mohammad Hatta dan ketiga rekannya yaitu Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak dan Madjid Djojohadiningrat. Mereka ditangkap atas tuduhan keterlibatannya dalam pemberontakan komunis di tanah air yaitu sebagai penghasut agar mereka menentang pemerintahan Belanda.

Keempat aktivis ini sempat dipenjara selama lima setengah bulan sebelum akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Pengadilan di Den Haag pada tanggal 22 maret 1928. Dalam sidang pembelaannya, Hatta mengemukakan sebuah pidato berjudul Indonesia Vrij yang artinya Indonesia Merdeka. Keterlibatan komunis dalam organisasi PI membuat Hatta tidak lagi sepemahaman. Inilah yang kemudian menjadi penyebab keluarnya Hatta dari PI. Di samping itu, Hatta mundur dari jabatannya sebagai ketua PI karena beliau hendak mengikuti ujian sarjana.

Perjalanan Politik di Indonesia

Pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia setelah berhasil menyelesaikan studinya. Di sinipun, beliau kembali berkecimpung di dunia politik terutama dalam kegiatannya menulis untuk artikel politik dan ekonomi. Hatta aktif dalam berbagai kegiatan politik terutama pada pengkaderan dan penanaman pendidikan berpolitik pada kader baru.

Pergerakan politik dalam menentang penjajah sedang menjamur dan merasuki seluruh jiwa muda bangsa Indonesia. Setelah Soekarno ditangkap dan diasingkan, pemerintah Belanda memfokuskan diri pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Hatta. Dengan beberapa orang kawan seperjuangannya, Hatta dibuang ke Boven Bogel, Papua.

Dalam masa pengasingannya, Hatta tak pernah berhenti untuk terus memupuk semangat nasionalismenya. Beliau kian aktif menulis dalam redaksi-redaksi lokal dan juga untuk Surat Kabar Pemandangan. Masa pembuangan ini betul-betul dimanfaatkan untuk semakin memperdalam ilmu dan menulis sebanyak-banyaknya bahan-bahan pelajaran yang kelak bisa dipergunakan. Hatta kembali ke Jakarta pada tahun 1942, yang mana pada saat itu pemerintahan Belanda telah menyerah kepada Jepang sebagai efek dari Perang Dunia II.

Perjalanan Hatta masih panjang mengingat kemerdekaan yang belum diraih dan kondisi politik Indonesia yang ketika itu mengalami carut marut akibat tumpang tindih kepentingan. Namun satu cerita yang patut diingat, kisah ini terjadi pada saat Hatta berada di pengasingan. Tentara Belanda memberikan dua pilihan kepada Hatta yaitu apabila Hatta mau bekerja untuk pemerintahan Belanda, beliau akan menerima upah sebesar 40 sen dan memiliki kesempatan untuk pulang ke Jakarta dan pilihan kedua adalah menjadi buangan tanpa pernah tahu apa ada kesempatan untuk bisa pulang. Hatta menjawab dengan jawaban yang cukup logis yaitu bahwa jika saja beliau mau untuk bekerja dengan Belanda, maka tak perlulah ia berada di tempat pembuangan itu.

Itulah sedikit cerita tentang bapak proklamasi Mohammad Hatta. Kisahnya menjadi inspirasi bagi seluruh rakyat Indonesia agar selalu menumbuhkan jiwa nasionalisme dan tetap mencintai Bangsa Indonesia ini.

Post a Comment for "Meneladani Semangat Nasionalisme dari Sejarah Mohammad Hatta"